NPM : 22213560
KELAS : 2EB19
TEMPO.CO , Davos - Para pemimpin negara berkembang di forum Davos, Swiss, menyatakan saat ini fokus untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar (kurs) mata uang, menyusul kehawatiran terjadinya arus modal keluar. Langkah itu seiring rencana bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) yang secara bertahap mengurangi dana stimulusnya.
Mulai Januari 2014, The Fed mengurangi program pembelian obligasi sebesar US$ 10 miliar per dolar per bulan, dari sebelumnya US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan. Langkah itu mengakibatkan negara berkembang mengalami arus modal keluar. Kekhawatiran itu ditambah dengan perlambatan ekonomi di Cina. Pertumbuhan ekonomi Cina sepanjang tahun lalu tumbuh 7,7 persen atau melambat dibandingkan 2012 sebesar 7,8 persen. (Baca juga : Komisi Penyelidikan Internet Diumumkan di Davos)
Seperti dilansir Reuters, Sabtu 25 Januari waktu setempat, pemerintah negara berkembang dinilai akan bekerja keras untuk menekan angka defisit neraca pembayaran. Cara itu bisa membantu mereka menaikkan nilai mata uang. Pemerintah Argentina, dalam forum Davos, mengatakan akan melonggarkan kebijakan kendali atas kurs karena nilai inflasi negaranya yang tinggi dan kurs mata uang anjlok.
Tidak berbeda nilai tukar mata uang Turki, yakni lira mencetak rekor terendah meskipun bank sentral Turki telah melakukan intervensi dengan menggelontorkan dana senilai US$ 3 miliar. Deputi Perdana Menteri Turki Ali Babacan, yang hadir dalam forum Davos pada Jumat lalu menggambarkan situasi kurs lira sedang dalam proses mencari harga kembali. Kondisi itu karena penyebab ganda, yakni kebijakan The Fed dan situasi krisis politik internal turki yang berkepanjangan.
Dia mengatakan bank sentral Turki sudah melakukan langkah-langkah yang diperlukan menangani situasi itu, yang melakukan proteksi dari perubahan pasar. “Neraca pemerintah, perbankan, dan rumah tangga cukup terlindungi dengan baik dalam menghadapi fluktuasi pasar,” katanya di sebuah panel di Forum Ekonomi Dunia (WEF), kemarin.
Menteri Keuangan Meksiko Luis Videgaray, kepada Reuters, mengatakan gejolak nilai mata uang saat ini bukan gangguan besar bagi negaranya. “Meskiko memang negara berkembang, jadi semua goncangan pasti akan berdampak. Namun Meksiko memiliki posisi cukup baik dalam badai gejolak mata uang,” ujarnya.
Para pembuat kebijakan dan pengamat ekonomi di Davos menyatakan semua negara berkembang tidak memiliki keadaan seragam. Meski begitu mereka sepakat gejolak pasar saat ini akan membuat para investor meninggalkan negara yang terkena dampaknya, namun tidak bagi negara yang tahan banting. “Diferensiasi akan menjadi sangat penting,” ujar Videgaray.
Sengketa internasional sering terjadi di dunia. Keberadaan PBB merupakan salah satu faktor yang dapat menyelesaikan sebuah kasus sengketa internasional, maka dari itu PBB sangat dibutuhkan setiap negara. Berikut ini contoh kasus dalam kasus sengketa internasional :
Negara yang bersengketa : Irak dan
Kuwait
Invasi
Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan
tahun dengan Iran dalam peran Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar
sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat
kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirate Arab yang dianggap
Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak
Rumeyla sekalipun pada pasca perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan
mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah
perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan
setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Cara
Penyelesaian :
Dewan
Keamanan PBB megambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak
mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbalik kekuatan
militer Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada
tanggal 27 Februari 1991 pasukan koalii berhsil membebaskan Kuwait dan Presiden
Bush menyatakan perang selesai.
Menurut
saya penyelesaian masalah sengketa Irak dan Kuwait sebaiknya negara-negara
didunia tidak ada saling iri karena keunggulan di setiap negara itu
berbeda-beda. Ada yang unggul di bidang pertanian, ada yang unggul I bidang
pertambangan, dan sebagainya. Seharusnya saling bekerja sama dan saling
melengkapi satu sama lain.
Sengketa internasional antara
Indonesia dan Timor Leste
Klaim
wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia tetapi juga
Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara Republik
Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian
warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan
antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste.
Penyelesaian
Sengketa :
Permasalahan
perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk
dikoordinasikan antara pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan
kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan
penyelesaian. Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di
lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke PBB.
Lima
titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang
memiliki luas 1.301 hekatare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga
titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan
Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Berlarutnya penyelesaian
lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua
negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum
disepakati warga dari kedua negara yakni : Penetapan batas apakah mengikuti
alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah.
Semula
pemeritah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur
sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu
berubah-ubah. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air
sungai yang berada di tapai batas kedua negara.
Jika
sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali,
karena melanggar batas negara. Warga kedua negara yang bermukim diperbatasan
harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas
negara.
Sengketa Internasional antara China
dan Jepang
Perebutan
kepemilikan Pulau Daioyu atau Senkaku antara China-Jepang telah berlangsung
sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ECAFE menyatakan bahwa diperairan
sekitar Pulau Daioyu atau Senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar.
Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian
pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu atau Senkaku kepada Jepang.
Hal
inilah yang kemudian diprotes China, karena China merasa bahwa pulau tersebut
adalah miliknya. Sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang
membangun mercuasuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.
Ketegangan
ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu.
Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990
Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan
Jepang di Daioyu, secara resmi.
China
memprotes tindakan Jepang atas pulau tersebut. Namun sampai saat ini masalah
tersebut belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan
untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan
yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras
bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat
overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China.
Hal
inilah yang belum terjawab oleh Hukum Laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang
menggunakan pendekatan median atau equidistance line untuk pembagian wilayah
yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara
kedua negara, karena adanya perbedaan interprestasi terhadap definisi
equidistance line.
Alternatif
lain juga ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan
bersama JDA (Joint Development Agreement).Sebenarnya dengan pengelolaan bersama
tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi
memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena
menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga
hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik.
Namun
sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat
digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang. Melihat
sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternative penyelesaian akhir yang
harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian
tersebut cukup beresiko.