Kamis, 01 Mei 2014

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Provinsi

Perbandingan tingkat kesejahteraan provinsi-provinsi di pulau jawa dengan provinsi di luar jawa menurut Dudley Seers yaitu :
1.Tingkat kemiskinan
2.tingkat pengangguran
3.ketimpangan di berbagai bidang
JAKARTA
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2013 sebesar 375,70 ribu 
orang (3,72 persen). Dibandingkan dengan Maret 2013 (354,19 ribu orang atau 3,55persen), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 21,51 ribu atau meningkat 0,17 poin.Sedangkan dibandingkan dengan September 2012 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 366,77 ribu orang (3,70 persen), jumlah penduduk miskin meningkat 8,93 ribu atau meningkat 0,02 poin.
Proyeksi pemerintah yang meleset dari target tersebut terungkap dalam rapat kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) dengan Menteri Keuangan M Chatib Basri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana di Jakarta

Proyeksi pemerintah yang meleset dari target tersebut terungkap dalam rapat kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) dengan Menteri Keuangan M Chatib Basri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana di Jakarta
     Besarnya angka inflasi dipengaruhi oleh perubahan harga menurut kelompok barang. Secara umum indeks harga masing-masing kelompok barang pada tahun 2012 lebih tinggi bila dibandingkan tahun sebelumnya. Angka inflasi pada tahun ini terutama karena meningkatnya harga kelompok bahan makanan sebesar 6,70 persen. Sedangkan kenaikan indeks terendah tercatat pada kelompok kesehatan sebesar 2,40 persen.
PENGANGGURAAN
Hal ini seiring dengan pada bulan Agustus tersebut banyak pelajar terutama tamatan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) yang sudah selesai ujian mereka tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, akan tetapi mereka mencari pekerjaan sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran di Provinsi Bengkulu, katanya.
Peningkatan jumlah tenaga kerja dan dengan meningkatnya juga angka pengangguran menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) hampir tidak mengalami perubahan dari 69,88 persen pada Agustus 2008 menjadi 70,18 persen pada bulan agustus 2009.
Akan tetapi seiring dengan peningkatan jumlah pengangguran menyebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat, pada bulan Agustus 2009 sebesar 5,08 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada Agustus 2008 sebesar 4,90 persen.
Sementara itu, Kabid Penempatan dan Pelatihan Tenaga Kerja, Disnakerpora Kota Bengkulu, Sahari, terpisah mengatakan, angka pengangguran di Kota Bengkulu sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri yang hingga kini tidak begitu menggembirakan.
Tingkat pengangguran di Kota Bengkulu pada dasarnya bisa diketahui dengan perkembangan industri, jika industri maju maka tingkat pengangguran dipastikan bisa menurun.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida S. Alisjahbana mengungkapkan tingkat kemiskinan di Papua mencapai 31,1% dari jumlah penduduk. Angka yang dikutip dari BPS per Maret 2013, menunjukkan bahwa presentase orang miskin di Papua dua kali lipat lebih tinggi dari tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia yaitu 11,37%.
“Sejumlah kebijakan masih dibutuhkan untuk menjawab tantangan-tantangan pembangunan di Tanah Papua,” ujar Armida di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (17/12/2013).
Armida menjelaskan, inovasi-inovasi skala kecil perlu digagas dan diuji untuk menyiasati kondisi geografis di Papua.
“Harapannya, inovasi-inovasi ini dapat dijadikan model oleh pemerintah daerah terutama inovasi yang telah terbukti memiliki daya ungkit dan dapat diterapkan di daerah-daerah pedesaan di Papua,” terangnya.
Bappenas menyelenggarakan Seminar Nasional United Nations Development Programme (UNDP) bertajuk ‘Pembangunan yang Berpusat pada Masyarakat di Papua dan Papua Barat’.
Acara ini dihadiri sedikitnya 200 peserta, terdiri dari 12 kabupaten di Papua dan Papua Barat. Selain itu hadir pula perwakilan dari kementerian terkait seperti Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Perekonomian (Kemenko), dan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B).
Program ini didanai oleh Kerajaan Belanda dan Selandia Baru. Program ini merupakan proyek Bappenas yang dibantu pihak asing untuk mensejahterakan masyarakat Papua.
Pengangguran terbanyak selanjutnya adalah dari lulusan sarjana sebanyak 11,93 persen, diploma I/II/III sebanyak 11,62 persen, lulusan SMP sebanyak 9,22 persen, dan pengangguran dari lulusan SD serta yang tidak lulus SD justru yang paling sedikit, yakni 6,09 persen.
Tingginya angka pengangguran dari SMK tersebut diperkirakan karena keahlian mereka saat di sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, para lulusan SMK ke atas tidak membuka lapangan kerja sendiri.

Tingginya angka pengangguran dari SMK tersebut diperkirakan karena keahlian mereka saat di sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, para lulusan SMK ke atas tidak membuka lapangan kerja sendiri.
Untuk itu, sudah tentu Pemprov akan mengambil kebijakan yang akan dirasakan masyarakat. Khususnya kebijakan untuk  perbaikan infrastruktur dalam rangka pengembangan wilayah dan pusat-pusat pertumbuhan

  • Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2013 mencapai 3,16 persen,  naik 0,27 poin dari Agustus 2012 sebesar 2,89 persen. Secara nasional TPT Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 6,25 persen,  jauh lebih tinggi dari TPT NTT. Pada tingkat kabupaten/kota, TPT terendah di Kabupaten Sumba Tengah 0,50 persen, Nagekeo 1,15 persen dan Ngada 1,27 persen, sedangkan TPT tertinggi di Kota Kupang 8,89 persen, Kabupaten Sabu Raijua 4,59 persen dan Ende 4,31 persen.
  • Penganggur di NTT pada Agustus 2013 sebesar 67,8 ribu orang, bertambah 5,5 ribu orang (8,76 persen) dibanding penganggur Agustus 2012 sebesar 62,3 ribu orang.
  • Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) NTT Agustus 2013 sebesar 68,72 persen, turun 1,86 poin bila dibandingkan TPAK NTT Agustus 2012 yang sebesar 70,58 persen. Secara nasional TPAK Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 66,93 persen, lebih rendah dibanding TPAK NTT.
  • Angkatan kerja NTT pada Agustus 2013 sebesar 2,1 juta orang, berkurang 14,3 ribu orang (0,66 persen) dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebesar 2,2 juta orang.
  • Penduduk yang bekerja di NTT pada Agustus 2013 mencapai 2,1 juta orang, berkurang 19,7 ribu orang (0,94 persen) dibanding keadaan pada Agustus 2012.
  • Penduduk yang bekerja pada periode setahun terakhir (Agustus 2012 – Agustus 2013) sebagian besar bekerja di sektor pertanian sebesar 1,3 juta orang (60,90 persen), diikuti Jasa Kemasyarakatan (13,16 persen), Perdagangan (7,89 persen) dan sektor industri (7,18 persen).
  • Berdasarkan status dalam pekerjaan utama, pada periode setahun terakhir (Agustus 2012 – Agustus 2013) penduduk yang bekerja dengan status pekerja Keluarga/Tak Dibayar menempati proporsi terbesar yaitu sebesar 29,99 persen, diikuti status Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar sebesar 26,64 persen, status Berusaha Sendiri sebesar 19,55 persen, Buruh/Karyawan/Pegawai sebesar 19,15 persen. Pekerja dengan status Berusaha Dibantu Buruh Tetap merupakan porsi terendah yaitu 1,55 persen dan Pekerja Bebas 3,11 persen

Pemerintah gagal memangkas kemiskinan sesuai target yang ditetapkannya sendiri. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2009-2014 menargetkan kemiskinan tahun 2014 sebanyak 8-10 persen dari total penduduk Indonesia. Namun, proyeksi terakhir mengarah 10,54-10,75 persen.
Pemerintah berambisi menekan tingkat pengangguran dari sekitar 5,92% menjadi 5,6%--5,8% pada 2014.
Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan pemerintah berambisi terus memangkas tingkat pengangguran.
Di tengah perlambantan pertumbuhan ekonomi, target tingkat pengangguran pada 2014 ditetapkan 5,6%--5,8%.
Target tersebut lebih rendah dari tingkat pengangguran berdasarkan survei terakhir BPS pada Agustus 2013 yang sebesar 5,92%.
Armida menjelaskan tingkat pengangguran itu sebetulnya sudah lebih rendah dari target jangka menengah pemerintah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010--2014 menetapkan target tingkat pengangguran 6% pada 2014.
Pemerintah akan memanfaatkan ruang fiskal APBN 2014 untuk menggenjot peneyerapan tenaga kerja hingga tingkat pengangguran terus menurun.
"Dengan situasi ekonomi penuh tantangan tidak bisa taken for granted, maka kita harus tetap kawal," katanya, 
Pemerintah menyatakan penaikan harga BBM bersubsidi membentuk ruang fiskal sekitar Rp18,4 triliun. 
REFERENSI
http://finansial.bisnis.com/read/20130815/9/156799/2014-tingkat-pengangguran-di-indonesia-56

MALANG 
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur merilis angka inflasi Maret 2014 sebesar 0,23 persen. Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jatim Sapuan Hadi mengatakan semua daerah di Jawa Timur mengalami inflasi. 

"Inflasi tertinggi terjadi di Malang sebesar 0,43 persen," kata Sapuan di kantor BPS Provinsi Jawa Timur, Selasa, 1 April 2014. Kota yang mengalami inflasi tertinggi lainnya yakni Madiun (0,25 persen), Surabaya (0,23 persen), Banyuwangi (0,20 persen), dan Probolinggo (0,16 persen). Beberapa daerah yang mengalami inflasi rendah adalah Sumenep (0,08 persen), Jember (0,03 persen), dan Kediri (0,02 persen). 
Perjalanan series data inflasi selama 2003-2014, pada Maret terjadi inflasi tujuh kali dan lima kali deflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada 2005 sebesar 1,81 persen dan inflasi terendah tahun 2012 sebesar 0,08 persen. Sedangkan deflasi tertinggi pada 2010 sebesar -0,21 persen dan deflasi terendah tahun 2007 sebesar -0,02 persen. Untuk ibu kota provinsi di Pulau Jawa, semua kota mengalami inflasi. 
Angka pengangguran terbuka di Kota Malang, Jawa Timur, dalam beberapa tahun terakhir menurun, menyusul meningkatnya penanaman modal.
Wali Kota Malang, HM Anton, mengatakan tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan sekitar 0,79% dari 5,19% menjadi 4,40%. Hal itu juga diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,57% sejak 2012 atau mengalami kenaikan 0,46% dari tahun sebelumnya yang sebesar 7,08%.
“Kondisi Malang yang bersih, hijau, asri, indah, dan nyaman membuat suasana menjadi kondusif dan berpengaruh positif pada meningkatnya penanaman modal bagi pembangunan di Kota Malang,” kata Anton dalam rangkaian HUT 100 Tahun Kota Malang, Rabu (2/4/2014).
Selain itu pemkot juga melakukan percepatan pengentasan kemiskinan melalui Posdaya yang bekerja sama dengan 32 perguruan tinggi (PT) yang ada di Kota Malang dengan didukung Yayasan Damandiri.
Di dalam melaksanakan program tersebut masing-masing perguruan tinggi akan membina satu hingga dua kelurahan yang ada. Selain itu masyarakat juga  mendapatkan pendampingan usaha dari mahasiswa.
Ketimpangan di berbagai bidang
 Perekonomian Kota Malang terbangun dari aktivitas ekonomi yang terbagi dalam 9 sektor. Besaran nilai tambah masing-masing sektor menggambarkan struktur ekonomi. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran merupakan sektor terbesar pembentukan PDRB Kota Malang. Perannya mencapai 38,66 persen. Peran ini didukung oleh aktivitas kegiatan di sub sektor perdagangan besar dan eceran. Kegiatan di sektor lain yang juga memberikan peranan yang besar dalam pembentukan besaran PDRB Kota Malang adalah kegiatan Industri Pengolahan (33,14 persen). Penyumbang terbesar dalam sektor ini adalah kegiatan industri Makanan, Minuman dan Tembakau (31,74 persen). Kota Malang memiliki historis terkait dengan produk rokok lokal yang cukup terkenal di Indonesia. Kegiatan industri rokok masih menjadi penyumbang terbesar dalam pembentukan perekonomian di Kota Malang. Terdapat 16 perusahaan rokok yang berada di Kota Malang.
REFERENSI
http://www.tempo.co/read/news/2014/04/01/092567031/Malang-Sumbang-Inflasi-Tertinggi-di-Jawa-Timur
http://surabaya.bisnis.com/read/20140402/4/69993/angka-pengangguran-terbuka-di-malang-turun-079
http://malangkota.bps.go.id/?hal=berita_detil&id=3

JAWA TENGAH 
Angka kemiskinan di Jawa Tengah yang mengalami penurunan, namun penurunan itu dinilai tidak merata di seluruh Provinsi Jateng.

Plt Ketua DPRD Jateng, Rukma Setyabudi menyampaikan, peningkatan kesejahteraan itu hanya dirasakan bagi masyarakat golongan menengah ke atas, tidak untuk golongan menengah ke bawah.

"Memang benar angka kemiskinan di Jawa Tengah itu menurun, tapi menurunnya yang mana. Kalau masyarakat menengah iya, tapi masyarakat di bawah itu relatif tidak berubah," kata dia, kepada Tribun Jateng, di Hotel Dafam, Senin (21/4).

Dia menambahkan, ukuran kemiskinan di Jawa Tengah juga perlu diukur secara terstandar.

"Kategori masyarakat miskin di Indonesia yang pendapatannya di bawah Rp 7 ribu. Padahal di luar negeri, kategori miskin itu yang pendapatannya 2 dollar AS per hari," kata dia.

Diketahui, jumlah penduduk miskin di Jateng pada 2009 lalu mencapai 5,7 juta orang, atau 17 persen dari seluruh penduduk di Jateng, sementara pada akhir 2013 lalu jumlah pendukuk miskin di provinsi ini menurun menjadi 4,7 juta jiwa, atau 14 persen dari seluruh penduduk yang ada.

Dari jumlah itu, kemiskinan yang paling banyak berada di desa dengan jumlah 2,8 juta jiwa, sedangkan warga miskin yang di perkotaan hanya 1,8 juta jiwa. 
umlah pengangguran pada tahun 2014 diprediksikan menurun menjadi 7,24 juta orang (6,03 persen) atau lebih rendah dibanding jumlah pengangguran terbuka pada Agustus 2013 yang berjumlah 7,39 juta orang (6,25 persen) berdasarkan data BPS.

"Pemerintah optimistis tahun depan perekonomian Indonesia akan tumbuh dengan baik sehingga diperkirakan akan dapat menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas," kata Menakertrans dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa.
Pengangguran
Selain adanya pertumbuhan perekonomian yang positif dan diperkirakan akan menciptakan 1,87 juta kesempatan kerja dari sembilan sektor lapangan usaha, Muhaimin mengatakan penurunan pengangguran itu juga disebabkan oleh semakin berkurangnya penambahan angkatan kerja baru.

"Angkatan kerja baru diperkirakan bertambah sebanyak 1,72 juta, yakni dari 118,19 juta tahun 2013 menjadi 119,91 juta pada tahun 2014. Namun secara umum tambahan angkatan kerja baru diperkirakan semakin mengecil," kata Muhaimin.

Semakin sedikitnya tambahan angkatan kerja baru, kata Muhaimin disebabkan karena semakin banyak anak usia sekolah yang melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi baik SMP, SMA maupun perguruan tinggi, tidak langsung terjun ke pasar kerja dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Ketimpangan diberbagai bidang


Informasi inflasi merupakan tolok ukur kestabilan perekonomian daerah. Tingkat inflasi Kota Semarang untuk tahun kalender 2012 (4,85 persen), lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional (4,30 persen). Ini menunjukkan bahwa tingkat perubahan harga yang terjadi di Semarang lebih tinggi dibandingkan perubahan harga secara nasional. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya angka inflasi Kota Semarang lebih tinggi, dari 2,87 persen pada tahun 2011 menjadi 4,85 persen pada tahun 2012.
     Gambaran untuk melihat tingkat kesejahteraan petani, ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) dalam persentase, yaitu rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. NTP Jawa Tengah tahun 2012 menggunakan tahun dasar 2007. Angka di atas 100 berarti tingkat kesejahteraan petani mulai tahun tersebut lebih baik dibandingkan tingkat kesejahteraan petani pada tahun dasar 2007. Pada tahun 2012 NTP Jawa Tengah Bulan Januari sampai Desember mempunyai angka di atas 100, berarti bahwa tingkat kesejahteraan petani berada di atas tingkat kesejahteraan petani pada tahun dasar 2007.
REFERENSI
http://jateng.tribunnews.com/2014/04/21/penurunan-angka-kemiskinan-tidak-merata
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/12/24/myb1b2-pengangguran-2014-diprediksi-turun-menjadi-724-juta
http://bps.go.id

BANDUNG
Pemerintah Kota Bandung mengklaim angka kemiskinan di Kota Bandung menurun sekitar 4,6% pada 2011.
Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda mengatakan dari data yang dihimpun oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melansir angka kemiskinan di Kota Bandung pada 2011 sekitar 79.573 jiwa, menurun jika dibandingkan dengan 2008 yang  mencapai 83.432 jiwa. "Perhitungan sensus kemiskinan dihitung setiap 3 tahun sekali," katanya, hari ini.
Kategori kemiskinan, katanya terbagi pada 3 bagian. Pertama ada yang berkategori miskin dan sangat miskin 10%, kemudian yang kedua kategori hampir miskin 11%-20%, terakhir kategori  rentan miskin 21%- 30% di Kota Bandung.
Menurutnya hasil sensus itu akan menjadi rujukan kepada SKPD dan aparat wilayah setempat  untuk lebih ditindaklanjuti demi kesejahteraan masyarakat Kota Bandung.
Dia mengaku pihaknya memiliki program penanggulangan kemiskinan ini dari program bantuan walikota khusus (Bawaku), contohnya seperti bawaku pendidikan, dan bawaku kesehatan seperti  Jamkesda.
Penggangguran
Angka pengangguran di Jawa Barat meningkat dalam setahun terakhir, dari 9,08 persen pada 2012 menjadi 9,22 persen atau mencapai 1,87 juta orang, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi.

Peningkatan angka tersebut terjadi meski ada kenaikan pertumbuhan ekonomi provinsi pada kuartal tiga 2013  sebesar 2,37 persen dibandingkan kuartal dua. 

Kepala bidang statistik sosial BPS Jawa Barat, Dyah Anugrah mengatakan, peningkatan angka pengangguran itu terjadi karena penyerapan tenaga kerja pada sektor industri padat karya melemah.

Beberapa faktor mempengaruhi hal tersebut, ujarnya, diantaranya kenaikan harga bahan bakar minyak, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan ongkos produksi. Kondisi tersebut berdampak pada melemahnya sektor industri padat karya yang umumnya adalah industri skala kecil atau mikro, katanya.

“Industri kecil, mikro, itu rentan. Jadi kita lihat bulan-bulan lalu kan ada pelemahan nilai Rupiah. Terjadi beberapa kenaikan harga yang cukup memukul industri. Kenaikan BBM, kenaikan harga gas, kenaikan harga listrik. Itu rentan sekali terhadap industri kecil yang jumlah tenaga kerjanya cuma (sedikit). Dan itu biasanya kemudian beberapa hari kemudian tutup. (Itu) yang padat karya. Tapi (industri) yang padat modal anteng-anteng saja,” ujarnya.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan analisis tipologi Klassen, indeks Williamson, dan indeks Entropi Theil, dapat dilihat bahwa terdapat ketimpangan wilayah yang cukup tinggi yang terjadi antarkabupaten/kota di Proponsi Jawa Barat selama periode 1993-2006. Ketimpangan ini terutama dilihat dari tiga aspek, yaitu aliran investasi yang terkonsentrasi di daerah yang relatif kaya di Jawa Barat, perbedaaan potensi sumber daya yang terdapat di kabupaten/kota yang satu dengan  yang lain, dan kualitas sumber daya manusia yang dilihat dari rata-rata lama sekolah atau rata-rata pendidikan terakhir penduduk.Tulisan ini  bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang (1) kesenjangan antar daerah pendapatan di Barat Java (2) pengaruh pertumbuhan ekonomi, Investasi yang ditanamkan modal dalam negeri, dan tingkat pendidikan kabupaten / kota kesenjangan pendapatan di Jawa Barat. Model analisis digunakan untuk mengetahui disparitas wilayah di Jawa Barat adalah analisis tipologi Klassen, indeks Williamson, dan indeks Entropi Theil, dengan seri data dari tahun 1993-2006.
REFERENSI

YOGYAKARTA
Tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2012 lalu ternyata tertinggi se-Jawa.
Tingkat kemiskinan di wilayah ini bahkan jauh lebih tinggi dari DKI Jakarta, Banten dan Jawa Tengah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta 2012, tingkat kemiskinan di wilayah DIY pada akhir 2012 lalu mencapai 15,88 persen.
Jumlah ini memang menurun dari Maret 2012 yang mencapai 16,05 persen, namun jumlah itu tetap tertinggi se-Jawa.

"Tingkat kemiskinan penduduk DIY memang menurun dalam enam bulan ini, namun penurunanya hanya sedikit 0,17 persen saja dan masih tertinggi se-Jawa," terang Kepala BPS DIY, Wien Kusdiatmono usai paparan pers data BPS akhir 2012 di kantor BPS setempat, Rabu (2/1).

Menurutnya, tingkat kemiskinan masyarakat Jawa Tengah hanya mencapai 14,98 persen, Jawa Timur 13,08 persen, Jawa Barat 9,89 persen, Banten 5,71 persen dan DKI jakarta hanya 3,7 persen.

Meski begitu kata dia, penurunan tingkat kemiskinan di DIY masih patut diapresiasi karena garis kemiskinan di DIY dalam enam bulan terakhir naik 3,82 persen dari Rp 260.173/kapita/bulan pada Maret 2012 menjadi Rp 270.110/kapita/bulan pada September 2012.

"Garis kemiskinan ini adalah tingkat konsumsi masyarakat yang kita hitung dalam sebulan. Penduduk miskin adalah yang memiliki tingkat konsumsi kurang dari garis kemiskinan ini," tambahnya.

Peningkatan garis kemiskinan ini menurutnya, seiring dengan inflasi umum yang terjadi di DIY selama periode Maret-September 2012.

Dengan garis kemiskinan tersebut maka jumlah penduduk miskin di DIY hingga September 2012 lalu mencapai 562,11 ribu jiwa atau 15,88 persen dari total jumlah penduduk DIY. Data tersebut menurun 3,21 ribu jiwa dari jumlah penduduk miskin pada Maret 2012 yang mencapai 565,32 ribu jiwa.

Penggangguran
Badan Pusat Statistik (BPS) DI Yogyakarta menjabarkan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) hingga Agustus lalu mencapi 3,97% dari jumlah total penduduk DIY 3,2 juta. Kepala Bidang Statistik Sosial BPS DIY Rahmawati, jumlah itu menurun dibanding Februari 4,09%. 

“TPT merupakan perbandingan antara jumlah penganggur dengan jumlah angkatan kerja,” terangnya di Yogyakarta, Selasa (13/11). 

Dikatakan, pada Agustus 2009, TPT di DIY mencapai 6%, tahun 2010 pada bulan yang sama, jumlah TPT turun menjadi 5,69%. “Sejak 2009, fluktuasi TPT Yogyakarta  antara 4%-6%, berada di bawah TPT nasional,“ ujarnya. 

Secara detail, Rahmawati menjelaskan, tingkat TPT tertinggi berada di di Kabupaten Sleman, yakni 5,42%, sedang yang terendah justru berada di Kabupaten Gunungkidul 1,92%. Penganggutan terbuka di Kota Yogyakarta mencapai 5,03% dan Kabupaten Kulonprogo mencapai 3,91%. 

“TPT di daerah perkotaan mencapai 4,53% dan di perdesaan 2,99%. Tingginya TPT di kota dipengaruhi beragamnya lapangan pekerjaan. Sedangkan di perdesaan umumnya didominasi pertanian dengan daya tampung yang terbatas,” katanya. 

Sektor penyerap tenaga kerja tertinggi adalah pertanian 26,91% dan perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) 24,87%. Sektor lain yang peranannya cukup berarti adalah sektor jasa-jasa 18,76% dan sektor industri pengolahan 15,13%. 

Keterampilan Minim Terkait dengan tingginya tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Sleman, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Sleman, Julisetiyono menegaskan bahwa sampai saat ini tercatat sekitar 40.000 angkatan kerja di Kabupaten Sleman atau 7,6% dari jumlah total angkatan kerja yang menganggur. 

Hal ini disebabkan banyak angkatan kerja tak memiliki keterampilan memadahi maupun minimnya pengetahuan akan lowongan kerja. Julisetiyono juga mengatakan, tiap tahun muncul sarjana yang baru lulus sekitar 5.000. 

TINGKAT KETIMPANGAN 

Salah satu persoalan negeri ini adalah pertumbuhan ekonomi yang kurang berbobot. Capaian pertumbuhan ekonomi yang membanggakan dalam sepuluh tahun terakhir kenyataannya hanya dinikmati oleh penduduk kelas menangah dan kaya. Hal ini disebabkan partisipasi penduduk miskin dalam pertumbuhan ekonomi sangat rendah sehingga kue pertumbuhan ekonomi yang mereka bisa nikmati juga sangat kecil.
Buah dari pertumbuhan ekonomi yang kurang berbobot adalah kesenjangan ekonomi di masyarakat yang kian melebar. Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin tetap miskin. Hal ini tercermin dari rasio gini negeri ini yang telah mencapai 0,413 poin pada tahun 2013. Menurut Bank Dunia, angka rasio gini sebesar ini merupakan indikasi bahwa distribusi pendapatan di masyarakat tidak merata atau timpang. Dengan kata lain, kesenjangan ekonomi sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.

REFERENSI

JAWA TIMUR
Badan Pusat Statistik menyatakan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia. Laporan terbaru Badan Pusat Statistik yang berdasarkan pada hasil survei sosial ekonomi nasional paa September 2013 menyebutkan jumlah penduduk miskin Jawa Timur mencapai angka 4,86 juta. Sebanyak 1,62 juta dari angka itu merupakan penduduk miskin perkotaan, sisanya penduduk di pedesaan. 

Sepanjang 2013,  jumlah seluruh penduduk miskin di Indonesia bertambah menjadi 28,55 juta orang. Bila dibandingkan dengan data pada Maret lalu, jumlah penduduk miskin telah bertambah sebanyak 0,49 juta orang. Pulau Jawa masih menjadi penyumbang penduduk miskin terbesar, dengan jumlah sekitar 15,55 juta orang. Setelah Jawa Timur, peringkat kedua dan ketiga jumlah penduduk miskin terbanyak ada di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. 

BPS mengaku peningkatan jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh pertumbuhan inflasi yang cukup tinggi sebesar 0,52 pada Juni 2013. Tingginya angka inflasi tersebut ditenggarai disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Selain hal itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2013 yang naik menjadi 6,25 persen dan harga komoditas yang mengalami peningkatan seperti beras, daging, ayam, telur ayam ras dan cabai merah, juga menjadi penyebab jumlah penduduk miskin terus bertambah.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur pada Februari 2013 mencapai 4,00 persen, menurun dibanding TPT Agustus 2012 (4,12 persen) dan TPT Februari 2012 (4,14 persen). Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Februari 2013 mencapai 20,095 juta orang, bertambah sekitar 0,194 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebesar 19,901 juta orang, dan juga lebih tinggi 0,264 juta orang dibanding Februari 2012 sebesar 19,831 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Timur pada Februari 2013 mencapai 19,291 juta orang, bertambah sekitar 0,209 juta orang dibanding keadaan Agustus 2012 sebesar 19,082 juta.
     BPS juga menyimpulkan bahwa keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada Februari (Triwulan I) tahun 2013 menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan keadaan Agustus 2012. Hal ini terihat dari peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran. Pada Februari 2013, Jumlah angkatan kerja bertambah sebanyak 194 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2012 dan bertambah 279 ribu orang dibanding keadaan Februari 2012. Penduduk yang bekerja pada Februari 2013 bertambah sebanyak 209 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2012, dan bertambah 279 ribu orang dibanding keadaan setahun yang lalu (Februari 2012). Sementara jumlah penganggur pada Februari 2013 mengalami sedikit penurunan yaitu sebanyak 15.185 orang jika dibanding keadaan Agustus 2012, dan mengalami penurunan sebanyak 15.082 orang jika dibanding keadaan Februari 2012. Peningkatan jumlah angkatan kerja, berpengaruh terhadap Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,5 persen poin. Peningkatan penduduk yang bekerja terjadi pada Sektor Industri (16,563 ribu orang), Perdagangani (173,689 ribu orang), SektorJasa (138,627 ribu orang) dan Sektor Lainnya (74,054 ribu orang). Sedang sektor Pertanian, Sektor Konstruksi  dan Sektor Transportasi mengalami penurunan.
KETIMPANGAN 
Ketimpangan ekonomi antar wilayah disebabkan oleh ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah. Trend ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2001 hingga 2010 yang dianalisis menggunakan Indeks Williamson menunjukkan adanya konvergensi. Namun, terdapat perbedaan yang sangat jauh antara PDRB per kapita tertinggi dengan terendah pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, sehingga kecenderungan ketimpangan di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi. Oleh karena itu, salah satu upaya dalam mengatasi ketimpangan ekonomi antar wilayah adalah dengan memacu pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi trend dan tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, mengidentifikasi daerah relatif tertinggal dan memacu pertumbuhan ekonomi agar dapat mengurangi ketimpangan antar wilayah, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat dan Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan kuantitatif, yakni tujuan pertama diukur menggunakan Indeks Williamson, tujuan kedua diidentifikasi menggunakan Klassen Typology, dan tujuan ketiga dianalisis menggunakan metode data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang diukur menggunakan Indeks Williamson cenderung menurun, namun masih termasuk dalam ketimpangan taraf tinggi dengan nilai indeks ketimpangan antara 0,52-0,58. Ketimpangan ekonomi selama periode analasis berfluktuasi dan cenderung menurun sebesar 0,034 poin pada tahun 2010 apabila dibandingkan dengan tahun 2001. Berdasarkan klasifikasi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 menggunakan Klassen Typology, terdapat enam kabupaten/kota yang masuk daerah maju dan pertumbuhan cepat dengan persentase sebesar 15,80 persen dari jumlah total kabupaten/kota, sembilan kabupaten/kota masuk dalam daerah berkembang cepat dengan persentase sebesar 23,68 persen dari jumlah kabupaten/kota, dua kabupaten/kota masuk daerah maju tetapi tertekan dengan persentase sebesar 5,26 persen dari jumlah keseluruhan kabupaten/kota, dan 21 kabupaten/kota masuk daerah relatif tertinggal dengan persentase sebesar 55,26 persen dari keseluruhan kabupaten/kota. Berdasarkan analisis regresi data panel mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi 
REFERENSI
Tingkat Kemiskinan, Pengangguran dan tingkat ketimpangan di berbagai bidang di luar JAWA

MALUKU
ingkat Kemiskinan di Maluku 2013 Turun 2,29 %
Ambon - Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku untuk Tahun 2012 hingga 2013 dari hitungan presentasi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku, turun hingga mencapai 2,29 persen.
Tingkat Kemiskinan masyarakat Provinsi Maluku untuk tahun 2012 bulan Maret dari perhitungan pre­sen­tase sekira 20,79 persen turun ke tingkatan prosentase 18,50 persen untuk bulan Maret Tahun 2013.
“Angka Kemiskinan per bulan Maret 2013 Provinsi Maluku seka­rang ada di titik 18,50 persen turun dari prosentase 20,79 persen. Jadi ada sekitar 2,29 persen dalam satu tahun dari Maret 2012 hingga Maret tahun 2013,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, Edison Ritonga kepada wartawan di Amans Hotel usai membuka kegiatan Focus Goup Discussion (FGD) Indeks Demokrasi Indonesia Tahun 2012 di Amans Hotel, Selasa, (2/7).
Dijelaskan, tingkat prosentase kemiskinan untuk Provinsi Maluku pada bulan Maret 2012 hingga bulan September 2012 dari prosentasenya 20,79 persen turun hingga mencapai 19,9 persen dengan demikian presen­tase penurunan tingkat kemiskinan turun sekiranya 1,27 persen.
Sementara itu dalam realese resmi BPS yang diterima Siwalima juga me­nyebutkan, hal yang sama. Pera­nan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih lebih besar dibandingkan peranan komo­diti bukan makanan (perumahan, san­dang, pendidikan dan kesehatan).
Pengangguran
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Maluku sudah mulai mengalami penurunan, namun angkanya masih relatif tinggi bila dibanding dengan daerah lain di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Maluku masih berada pada peringat satu dengan tingkat pengangguran mencapai 15,43% dari jumlah usia kerja di daerah ini pada akhir tahun 2003. Dari hasil data yang disampaikan Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku dalam Rapat Konsultasi Regional (Konreg) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) se-Sulawesi, Maluku dan Papua yang dipusatkan di Hotel Amboina, Kota Ambon, pekan lalu, tercatat angka TPT Maluku masih relatif tinggi. Menurut Kepala BPS Maluku Ely Seimahuira, kepada detikcom, Sabtu (4/9/2004) di kantor BPS Karang Panjang, Jl Ina Tuny, Ambon, angka TPT tersebut sedikit menurun bila dibandingkan dengan angka TPT pada tahun 2001 lalu yang mencapai 17,40%. Indikator tersebut, menurut Seimahuira, bila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, Ambon merupakan daerah yang TPT-nya tertinggi yaitu mencapai 31,72 persen. Kemudian disusul Maluku Tengah (Malteng) 12,51 persen, Maluku Tenggara (Malra) 12,51 persen, Buru 12,13 persen, Maluku Tenggara Barat (MTB) 7,08 persen. Untuk TPT Kota Ambon pada tahun 2003, lanjutnya, sedikit menurun bila dibanding tahun 2001 lalu yang hanya mencapai 7,74 persen dan hanya berada di urutan kedua setelah Malteng yang hanya mencapai 11,78 persen. Tingkat pengangguran yang cukup tinggi di Maluku, kata dia, diakibatkan karena beberapa faktor seperti, terbatasnya penyerapan tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan volume pencari kerja yang terus meningkat seiring dengan semakin kondusifnya daerah ini. Untuk tingkat penyerapan tenaga kerja berdasarkan bidang kerja yang banyak menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian yaitu 66,01 persen. Angka ini mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2001 yang hanya mencapai 58,86 persen. Sementara di sektor jasa yang di dalamnya PNS, TNI, Polri hanya mampu menyerap 12,44 persen tenaga kerja pada tahun 2003. Angka itu pun, menurut dia, mengalami penurunan bila dibanding pada tahun 2001 yang mencapai 20,32 persen. Sektor perdagangan tingkat penyerapan tenaga kerja untuk tahun 2003 lalu hanya mencapai 9,35 persen atau mengalami penurunan dari tahun 2001 yang mencapai 11,78 persen. Sementara sektor lainnya, untuk tahun 2003 hanya 8,5 persen atau meningkat dari tahun 2001 hanya 6,55 persen. Sedangkan sektor industri belum terlalu banyak menyerap tenaga kerja walaupun sedikit meningkat di tahun 2003 sebesar 3,67 persen bila dibanding tahun 2001 hanya 2,49 persen. Sedangkan untuk status pekerjaan dari total kerja di Maluku tahun 2003, lanjutnya, yang berusaha sendiri ada sebanyak 30,56 persen, pekerja keluarga 24,87 persen, berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga 20,91 persen, buruh/karyawan 19,11 persen, berusaha dibantu buruh tetap 2,58 persen, dan pekerja bebas 1,96 persen. 
KETIMPANGAN
Minimnya fasilitas di Maluku membuat banyak diantara mereka yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak terutama bagi kalangan yang menghuni pedalaman Maluku. Selain itu ras juga salah satu penghambat kemajuan di Maluku. Banyak diantara mereka yang masih menganut kepercayaan bahwa mereka tidak diperbolehkan untuk menerima kemajuan karena akan memisahkan dunia mereka dengan nenek moyang mereka. Hal – hal demikian yang seharusnya dibenahi dan diperbaiki oleh pemerintah.
REFE RENSI

Dari data terbaru Kementerian Kesejahteraan Sosial (Kemenkesra) penduduk Provinsi Bengkulu masuk dalam kelompok termiskin di Sumatera pada peringkat kedua setelah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Menurut Kepala Bappedda Provinsi Bengkulu Edi Waluyo hal tersebut berdasarkan masih banyak wilayah belum tersentuh listrik, jalur produksi belum baik, tingkat penghasilan yang masih rendah sehingga menyebabkan perekonomian memburuk.

"Kita juga bingung kenapa Bengkulu mendapat peringkat nomor 2 termiskin di Pulau Sumatera. Sementara IPM kita diatas rata-rata nasional yang mencapai 6,6 persen," kata Edi.

Edi Waluyo mengatakan, angka kemiskinan tersebut kebanyakan terdapat di daerah terpencil. Meskipun demikian, ia mengharapkan data tersebut dikaji ulang oleh intansi terkait.

Dijelaskannya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bengkulu naik 13 juta. Namun, angka kemiskinan masih tergolong tinggi. Ia menilai, hal ini biasa terjadi akibat masih adanya daerah yang terisolir seperti jalan desa yang belum dibangun atau diperbaiki.

Selain itu, adanya indikasi data dari Badan Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau BNP2K dan BPS yang belum kompak terkait data kemiskinan.

"Hal ini sangat disayangkan mengingat Bengkulu dikenal dengan daerah yang kaya akan hasil alamnya, seperti komoditi perkebunan serta pertanian. Tingkat kemiskinan ini juga bisa bertambah jika kita melihat dari kondisi ekonomi saat ini.
Pengangguran
Jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2009 sebesar 42,1 ribu orang, mengalami peningkatan tiga ribuan dari bulan Agustus 2008 sebesar 39,7 ribu orang, kata Kabid Statistik Sosial BPS Provinsi Bengkulu, Anwar Mustopa, di Bengkulu, Jumat.
KETIMPANGAN
Provinsi Bengkulu, jika dilihat dari tingkat pendapatan per kapitanya mengindikasikan tingkat pembangunan yang belum merata (timpang). Hal itu terlihat dari perbedaan tingkat pendapatan per kapita yang terjadi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu. Perbedaan tingkat pendapatan per kapita akan mengakibatkan terjadinya perbedaan tingkat pembangunan di Provinsi Bengkulu. Perbedaaan tingkat pembangunan akan membawa dampak perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah yang pada akhirnya akan menyebabkan ketimpangan regional antar daerah. Penelitian ini berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Bengkulu”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, mengklasifikasikan daerah Kabupaten/Kota Provinsi Bengkulu berdasarkan pertumbuhan dan PDRB per kapita dan untuk menghitung ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder ini merupakan data data berkala selama periode dari tahun 2001-2005 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten dan Provinsi yang berasal dari data-data yang telah didokumentasikan oleh pemerintah. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat analisis pertumbuhan ekonomi, tipologi Klassen (tipologi daerah) dan analisis indeks Williamson. Alat analisis pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menganalisis tingkat pertumbuhan ekonomi antara Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu. Analisis tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita daerah. Sedangkan analisis indeks Williamson digunakan untuk menghitung ketimpangan pembangunan antarKabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu. Dengan alat analisis pertumbuhan ekonomi didapat hasil yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu tidak jauh berbeda. Dimana, Kota Bengkulu memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu 5,41 pertahun. Sedangkan Kabupaten Kaur memiliki pertumbuhan rata-rata terendah yaitu sebesar 4,33 pertahun. Dan dengan tipologi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu dibagi menjadi dua kelompok yaitu, daerah maju tapi tertekan dan daerah relatif tertinggal. Daerah yang termasuk dalam kategori maju tapi tertekan di Provinsi Bengkulu dalah Kabupaten Rejang Lebong, Lebong, 
REFERENSI

PAPUA

PENGANGGURAN 
Angka pengangguran dipublish Badan Pusat Statistik (BPS) dua kali dalam setahun. Semester pertama menggambarkan kondisi pengangguran di bulan Februari. Semester kedua menggambarkan situasi pengangguran di bulan agustus. Angka pengangguran merupakan salah satu “rapor” pemerintah dalam memenuhi janji kampanye menyediakan lapangan pekerjaan.
Angka pengangguran nasional (Indonesia) 8,40 persen. Sementara itu angka pengangguran di Papua Barat lebih tinggi lagi, 9,30 persen. Di bandingkan kondisi Agustus 2007, angka ini menunjukkan kenaikan 14,17 persen dan naik 2,98 persen dibandingkan kondisi Februari 2007.
Meskipun angka pengangguran tergolong tinggi, namun tingginya angka pengangguran belum menjadikan para pemimpin bangsa ini “gerah”. Bandingkan dengan Jepang, angka pengangguran 4 persen saja membuat perdana menteri malu hingga mengundurkan diri.
Tidak mudah menciptakan lapangan pekerjaan di saat negara masih dikungkung krisis, ya krisis ekonomi ya krisis PD. Kita tidak PD karena sampai hari gini kita masih mengandalkan investasi luar. Indonesia berharap investasi asing. Papua Barat berharap investasi asing dan luar provinsi. Sementara dana otsus yang besar dilarikan banyak ke belanja fasilitas, perjalanan dinas. Sedikit dana yang diinvestasikan untuk pembangunan manusia karena “balik modal”nya sangat lama. Padahal, pembangunan manusia akan mengurangi ketergantungan kita pada faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di Papua Barat.
KETIMPANGAN
Bumi Papua kembali berlumuran darah. Kali ini terjadi di Terminal Gorong-Gorong, Timika, Papua. Satu orang dinyatakan tewas dan belasan orang lainnya mengalami luka-luka dalam bentrokan antara aparat keamanan dan pengunjuk rasa yang terdiri dari pekerja Freeport dan masyarakat setempat. 

Hingga kini Papua tetap menyimpan potensi konfilk yang sewaktu-waktu bisa meledak, seperti yang terjadi di Gorong-Gorong dan semua itu disebabkan berbagai ketimpangan yang terjadi di sana. 

Informasi dari Polda Papua menyebutkan pengunjuk rasa yang kecewa karena tak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Freeport untuk menyampaikan aspirasi tiba-tiba membakar kendaraan milik perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Keadaan yang tidak terkendali menyebabkan petugas mengambil tindakan dan akhirnya terjadi bentrokan. Para pengunjuk rasa sesungguhnya ingin menyampaikan ketidakpuasan  terkait kesejahteraan yang diterima. 

Kita melihat setidaknya ada tiga ketimpangan yang terjadi di bumi Cenderawasih. Pertama, ketimpangan yang terjadi di dalam perusahaan multinational corporation, seperti di Freeport. Bukan tidak mungkin ketimpangan serupa juga terjadi di perusahaan internasional lainnya yang beroperasi di Papua. Ketimpangan di dalam perusahaan biasanya terkait upah dan fasilitas yang diterima. Pekerja berkewarganegaraan asing biasanya mendapat upah jauh lebih banyak dibanding pekerja lokal, meski berada pada posisi yang sama. Apalagi, perusahaan seperti Freeport yang memang milik asing. 
REFERENSI

KALIMANTAN TIMUR
kemiskinan di Kaltim dalam kurun waktu Maret hingga September 2013 mengalami peningkatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September tahun lalu jumlah Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Kaltim pada bulan September 2013 sebesar 255,91 ribu orang (6,38 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2013 yang berjumlah 237,96 ribu orang (6,06 persen), berarti jumlah penduduk miskin bertambah 17,95 ribu orang.
Plt Kepala BPS Kaltim Achmad Zaini dalam pers rilisnya, mengungkapkan angka kemiskinan itu bertambah 17,95  diduga akibat  kenaikkan harga BBM pada Juni lalu.
Komoditi makanan yang mempunyai andil terbesar dalam pembentuk garis kemiskinan makanan di Kalimantan Timur pada bulan September 2013 antara daerah perkotaan dan perdesaan terdapat perbedaan pola. Daerah perkotaan secara berturut-turut adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, gula pasir, dan mie instan. Sedangkan di daerah perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, dan bawang merah.
"Jadi terjadi peningkatan karena apa? Ya akibat kenaikkan barang yang dihitung dari komoditi makanan dan non makanan. Nah, sumbangan makanan terhadap garis kemiskinan itu 73,4 persen
PENGANGGURAN
Jumlah pengangguran tertinggi di Kalimantan Timur (Kaltim) berasal dari lulusan SMK, yakni mencapai 17,37 persen atau sebanyak 28.564 orang dari total jumlah pengangguran yang mencapai 164.447 orang, demikian data Badan Statistik (BPS) Kaltim.

"Jumlah pengangguran terbanyak kedua hingga triwulan pertama 2010 adalah dari lulusan SMA, yakni sebanyak 13,78 persen, atau mencapai 22.660 orang," kata Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Kaltim, Setio Nugroho di Samarinda, Senin.
KETIMPANGAN
Kekayaan SDA Kaltim harus mampu dimanfaatkan secara maksimal guna mewujudkan kemajuan daerah. Hal ini dapat terwujud kalau kita bersatu. Legislatif dan eksekutif didukung seluruh elemen masyarakat, kita berjuang dan bekerja keras mencapai kesejahteraan masyarakat,” ajak Awang Faroek.

REFERENSI

SULAWESI BARAT
penduduk miskin di Sulawesi Barat (Sulbar) tercatat sebanyak 154,01 ribu jiwa atau sebesar 12,30 persen.

Berdasarkan data BPS Sulbar, angka itu turun sebanyak 6,5 ribu jiwa atau 4,07 persen, dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 Sebesar 160,6 ribu jiwa.

"Persentase penduduk miskin di Sulbar turun sebesar 0,71 persen poin. Dari 13,01 persen pada bulan September 2012, menjadi 12,30 persen pada bulan Maret 2013," sebut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulbar Setianto, saat ekspose di kantornya, kemarin.

Selama bulan September 2012 sampai Maret 2013, lanjutnya, jumlah dan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan maupun

perdesaan mengalami penurunan. Untuk daerah perkotaan berkurang sebanyak 1,9 ribu  jiwa atau 0,84 persen. Dan daerah pedesaan
berkurang sebanyak 4,6 ribu jiwa atau 0,65 persen.

Menurut Setianto, kontribusi komoditi makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan kontribusi komoditi bukan makanan. Seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

"Pada  Maret 2013, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 79,33 persen. Angka ini tidak jauh berbeda dengan September 2012 yang sebesar 80,90 persen," katanya.

Pada Maret 2013, ada enam komoditi makanan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan
dan perdesaan. 

Yaitu beras, rokok kretek filter, tongkol, tuna, cakalang, gula pasir, minyak kelapa dan mie instan.

"Sementara dua komoditi bukan makanan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai garis kemiskinan baik perkotaan dan perdesaan yaitu biaya perumahan dan pendidikan," ungkapnya.

Selama September 2012 - Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan peningkatan. 

Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin itu sendiri juga semakin meningkat.
PENGANGGURAN 
Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Barat pada Agustus 2012 sekitar 561 ribu orang. Jika melihat perkembangannya selama lima tahun terakhir (2008-2012), angkatan kerja bertambah rata-rata sebanyak 16,2 ribu orang per tahun atau meningkat rata-rata sebesar 3,12 persen pertahun. 
Jumlah penduduk yang bekerja di Sulawesi Barat pada Agustus 2012 sekitar 549 ribu orang. Jika melihat perkembangannya selama lima tahun terakhir (2008-2012), penduduk yang bekerja bertambah rata-rata sebanyak 18,9 ribu orang atau naik rata-rata sebesar 3,77 persen per tahun. 
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Barat pada Agustus 2012 sebesar 2,14 persen, angka ini setara dengan 12 ribu orang penganggur. Selama kurun waktu 2008-2012, TPT dan jumlah pengangguran terus mengalami penurunan. TPT turun rata-rata 0,61 persen pertahun dan pengangguran turun rata-rata sebanyak 2,7 ribu orang per tahun. 
Pertanian masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Sulawesi Barat. Pada bulan Agustus 2012, jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersebut sekitar 57,27 persen dari jumlah penduduk yang bekerja, atau setara dengan 314 ribu orang. Meskipun demikian, persentase penyerapan tenaga kerja sektor ini dalam kurun waktu lima tahun menunjukkan trend yang menurun dengan rata-rata penurunan 1,84 persen per tahun. 
Hampir ¾ pekerja di Sulawesi Barat pada Agustus 2012 merupakan pekerja informal, yaitu sebanyak 410 ribu orang (sekitar 74,74 persen), sedangkan sisanya sebanyak 139 ribu orang (sekitar 25,26 persen) merupakan pekerja formal. Trend selama 5 tahun terakhir (2008-2012) menunjukkan bahwa persentase pekerja formal cenderung meningkat, dengan rata-rata peningkatan persentase sebesar 1,74 persen pertahun. 
KETIMPANGAN
Selama periode Maret 2008-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan 
Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan yang berfluktuasi. Indeks Kedalaman Kemiskinan berturutturut 2,63 (Maret 2008); 2,47 (Maret 2009); dan 1,55 (Maret 2010). Demikian pula Indeks Keparahan 
Kemiskinan 0,66 (Maret 2008); 0,60 (Maret 2009); dan 0,35 (Maret 2010). Angka indeks kedalaman 
kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan yang berfluktuasi namun cenderung semakin menurun, hal 
ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin meningkat mendekati 
garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin sempit. 

REFERENSI

NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)
 Nusa Tenggara Timur termasuk 10 dari 33 provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik 2010.

Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statik (BPS) Nusa Tenggara Timur (NTT) Sumarwanto, di Kupang, Kamis, mengatakan, dari 10 provinsi itu, NTT berada di urutan keenam berdasarkan tingkat perolehan persentase kemiskinan tertinggi.

Ia menyebut ke-10 provinsi yang dimaksud berdasarkan hasil survei tersebut berturut-turut adalah Provinsi Papua 36,80 persen, Papua Barat 34,88 persen, Maluku 27,74 persen, Sulawesi Barat 23,19 persen, Gorontalo 23,10, dan keenam NTT 23,03 persen.

Kemudian Nusa Tenggara Barat (NTB) 21,55 persen, Aceh 20,98 persen, Lampung 18,94 persen,  Bengkulu 18,30 persen, dan Sulawesi Tenganh 18,07 persen. 

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan provinsi-provinsi ini masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi.

Bahkan, kata dia, angka kemiskinan yang tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam melimpah, seperti Papua dan Papua Barat, dimana prosentase angka kemiskinannya mencapai 34-36 persen atau jauh lebih besar dibandingkan rata-rata nasional sebesar 13,33 persen.

Selain Papua, provinsi lain yang memiliki prosentase penduduk miskin tinggi adalah Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Bangka Belitung.

Menurut Sumarwanto, penduduk miskin Provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2009 dari sebesar 1013,2 ribu menjadi 1014,1 ribu pada Maret 2009.
PENGANGGURAN 
KETIMPANGAN
ketimpangan ekonomi adalah koefisien Gini. Nilainya antara 0 dan 1, semakin mendekati 1 semakin timpang dan sebaliknya. Baru-baru ini BPS merilis data koefisien Gini untuk tahun 2011 sebesar 0.41. Sepanjang sejarah ini pertama kalinya koefisien Gini kita menembus angka 0.4. Tentunya ini sesuatu yang serius dan kita perlu sikapi dengan langkah-langkah serius pula. Salah satu isu penting adalah bahwa bahkan koefisien Gini ini pun belum tentu mencerminkan tingkat ketimpangan di Indonesia yang sebenarnya. Berikut saya sampaikan artikel saya yang pernah dimuat di Kompas beberapa tahun lalu yang membahas tentang hal ini. Ketimpangan terkait erat dengan kemiskinan karena secara mendasar adalah indikator kemiskinan relatif, yaitu kesenjangan antara golongan kaya dan miskin. Rendahnya ketimpangan, atau semakin meratanya distribusi pendapatan, tentunya merupakan salah satu agenda penting pembangunan ekonomi.

REFERENSI
http://ntt.bps.go.id/index.php/berita-resmi-statistik/12-tingkat-pengangguran-provinsi-ntt
http://www.ceds.fe.unpad.ac.id/publications/analisis-ceds/176-mengkaji-lagi-ketimpangan-di-indonesia.html

SOLUSINYA 

Untuk mengurangi angka kemiskinan sebaiknya pemerintah berberapn aktif dalam melakuakan program KB,dan masyarakat juga harus mengikuti prosedeur yang sudah ada di dalam pemerintah.Pengangguran di Indonesia memang sulit untuk di hilangkan karena banyaknya masyarakat yang malas akan kehidupannya , Jika masyarakat kreatif atau berdagang pengangguran di indonesia sedikit bisa berkurang,Ketimpangan di berbagai bidang memang masih banyak di jumpai di berbagai provinsi, dibutuhkan kontribusi dari berbagai elemem masyarakat dan pemerintah sebagai regulatornya.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar